Gde Sumarjaya: Isu Kelangkaan Gula Rafinasi Bersifat Tendensius
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mengatakan, polemik terkait Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional bersifat tendensius. Ia menilai gerakan dan penyebarluasan isu yang dilakukan sejumlah pihak di Jawa Timur beberapa waktu yang lalu sarat dengan kepentingan kelompok tertentu.
“Mengenai Permenperin Nomor 3 Tahun 2021, ya memang yang namanya aturan tidak bisa memuaskan seluruh kelompok. Semisal ada perusahaan yang dulu memonopoli produksi dan distribusi gula, semenjak terbitnya aturan ini tak bisa lagi melakukan praktek monopoli,” tutur Demer, sapaan akrabnya, dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, Rabu (16/6/2021).
Politisi Partai Golkar ini meminta agar semua pihak dapat berpikir sebagai negarawan, agar tidak hanya berpikir tentang kepentingan kelompoknya saja. Aturan yang dibuat oleh pemerintah tersebut ia anggap sudah jelas, yakni agar negara dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan gula dalam negeri.
Legislator asal Bali ini mengaku tak heran dengan kembali munculnya isu yang muncul pertama kali pada awal Mei lalu tentang kelangkaan gula di pasar. Menurutnya ada upaya kelompok tertentu yang merasa dirugikan dengan hadirnya Permenperin tentang gula rafinasi, sehingga mereka berusaha membatalkan aturan tersebut dengan mengakomodir isu yang membawa-bawa UMKM.
Oleh sebab itu Demer meminta kepada masyarakat dan semua pihak jangan terkecoh dengan isu yang sengaja dikemas oleh pihak tertentu. “Lebih-lebih kritik tersebut hanya berdasarkan desakan sejumlah pihak yang menuding Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 berakibat negatif terhadap industri mikro, UMKM serta unit kegiatan usaha mandiri yang memproduksi makanan dan minuman,” jelasnya.
Demer berharap semua pihak untuk berpikir melindungi kepentingan yang lebih besar. Dimana Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 jelas untuk skala kepentingan nasional. "Jadi bukan hanya bicara kepentingan perusahaan tertentu lalu mendramatisir, seolah-olah dibahasakan hendak membunuh industri rumahan," tandasnya. (er/sf)